Topik Capstone Design
Nama Dosen Koordinator | : Rahmat Awaludin Salam | ||
---|---|---|---|
NIP | : 14890058 | ||
Kelompok Keahlian | : Material, Lingkungan, dan Konversi Energi | ||
Jumlah Tim yang Dibutuhkan | : 2 | Tanda Tangan | |
Dosen / Praktisi #1 | : Casmika Saputra | ||
Dosen / Praktisi #2 | : Tri Ayodha Ajiwiguna | ||
Dosen / Praktisi #3 | : | ||
Judul / Topik yang Ditawarkan | : Implementasi Sistem Monitoring Mikroklimat dan Hara dalam Budidaya Kentang Berbasis Aeroponik | ||
Sumber Dana | : Internal | ||
Ditawarkan pada sem. / thn. ajaran | : Semester 1 2024/2025 | ||
Jumlah mahasiswa | : 0 dari kuota: 3 | ||
Urutan mahasiswa | Nama | NIM | |
Mahasiswa #1 | : | ||
Mahasiswa #2 | : | ||
Mahasiswa #3 | : | ||
Mahasiswa #4 | : | ||
Mahasiswa #5 | : | ||
Deskripsi Singkat Topik yang Ditawarkan: Pengembangan dan Penerapan Sistem Monitoring Mikroklimat (Suhu & Kelembapan untuk Green House serta Bak Aeroponik) dan pengembangan dan penerapan sistem monitoring unsur hara serta otmatisasinya untuk pemantauan kondisi reservoir larutan hara yang akan dialirkan ke bak aeroponik. Hasil dari pemantauan mikroklimat dan hara selanjutnya digunakan untuk melihat beban pendinginan yang timbul dalam sistem aeroponik yang telah dibuat. |
|||
Latar Belakang Permasalahan: |
|||
Konsep: Latar Belakang Indonesia mengimport kentang sebesar 51,849 tons pada tahun 2017 senilai 275 M (Witono et al., 2020) dan terus meningkat menjadi 92,78 tons di tahun 2021 senilai 620 M (Rizaty, 2022). Firdausiah (2022) meramalkan import kentang 2021 hingga 2026 dapat mencapai 177.378 ton. Import kentang tersebut didominasi oleh jenis kentang olahan sejalan dengan pertumbuhan populasi penduduk dan perubahan gaya hidup orang yang menyukai makanan cepat saji seperti french fries maupun keripik (Dianawati dan Wattimena, 2014; Kusmana et al, 2022). Hal ini disebabkan antara lain karena pertanaman kentang olahan di Indonesia masih terbatas akibat keterbatasan varietas dan benih (Kussandriani, 2014; Dianawati dan Yulyatin, 2021; Kusmana et al., 2022). Atlantik merupakan varietas yang sangat disukai oleh industri pengolahan kentang karena rasanya yang enak dan hasil gorengan yang memuaskan (Kussandriani, 2014). Syarat kentang olahan antara lain adalah bahan kering tinggi, kandungan pati tinggi, gula reduksi rendah, dan berat jenis (Sg) tinggi (Kusmana et al., 2022). Industri olahan kentang skala besar umumnya bekerjasama dengan importir untuk menyediakan benihnya. Namun di tingkat petani, Atlantik kurang disukai karena rentan penyakit busuk daun, layu bakteri, dan virus, degenerasi sangat cepat (Kusandriani, 2014), serta produksi rendah dengan ukuran umbi yang kecil (Dianawati dan Yulyatin, 2021). Dengan demikian penggunaan varietas Atlantik memiliki tantangan tersendiri agar serangan layunya rendah. Kementerian Pertanian Indonesia menjawab tantangan tersebut dengan menghasilkan banyak varietas kentang olahan dengan tetua Atlantik. Kusandriani (2014) melaporkan Medians memiliki kandungan pati, gula reduksi, serta Sg yang lebih unggul daripada Atlantik. Dianawati dan Yulyatin (2021) melaporkan kentang olahan Amabile, AR 07, Medians, dan Blis memiliki produksi lebih tinggi daripada Atlantik. Sistem perbenihan kentang di Indonesia menggunakan benih sumber G0 dari planlet hasil kultur jaringan agar terbebas dari penyakit dan virus. Satu stek secara konvensional saat ini menghasilkan sekitar 3-5 knol. Peningkatkan jumlah umbi untuk produkis benih kentang G0 menjadi hal yang penting diperhatikan karena G0 dijual dalam satuan jumlah (Suryani et al., 2017; Dianawati et al., 2019). Inovasi system aeroponic dapat menghasilkan jumlah umbi lebih tinggi hingga 10 kali lipat, lebih sehat, dan lebih efisien dibandingkan system hidroponik lainnya maupun konvensional (Dianawati, 2013; Dianawati et al. 2013; Dianawati dan Wattimena, 2014). Pratamanda et al. (2017) melaporkan penggunaan system sensor pada aeroponic dengan waktu penyiraman selama 1 menit setiap 10 menit ketika suhu di bawah 21 oc dapat menghasilkan umbi 16,82 per tanaman. Komaludin (2018) melaporkan penerapan IoT dapat memangkas biaya usahatani per bulan 23-70%. Inovasi teknologi aeroponic ini tentu dapat menjadi harapan baru untuk mewujudkan swasembada benih kentang nasional, terutama benih kentang olahan yang masih terbatas, sehingga import kentang dapat ditekan. Dianawati dan Wattimena (2014) menyatakan penerapan aeroponic untuk memenuhi swasembada benih kentang nasional dapat mengurangi kebutuhan planlet sebesar 15-67% dan menghemat waktu produksi sebanyak 6 bulan. Di sisi lain, produksi benih kentang G0 dengan sistem aeroponic menghadapi banyak kendala yaitu serangan layu bakteri, mikroklimat yang kurang sesuai, dan system aeroponic yang masih manual (Dianawati et al., 2013; Dianawati dan Wattimena, 2014; Dianawati et. al., 2022). Nurbaya et al. (2011) melaporkan layu bakteri yang disebabkan bakteri Ralstonia solanacearum pada system aeroponic bervariasi antara 43 sampai 100%. Muhibuddin et al. (2009) menyatakan tanaman yang terserang layu pada system aeroponic masih tetap dapat berproduksi, tetapi produksinya tidak memenuhi persyaratan untuk disertifikasi sebagai benih G0. Kondisi demikian menyebabkan beberapa petani penangkar benih, balai benih, maupun industry perbenihan kentang menghentikan produksi benih kentang aeroponic yang telah menghabiskan biaya investasi awal yang tinggi dan kembali menerapkan system hidroponik substrat yang lebih rendah resiko kegagalannya. Penelitian sebelumnya oleh Tim Aeroponik yang didanai oleh Rumah Program Pertanian dan Pangan Bibit Unggul Tanaman dan Ternak, Badan Riset dan Inovasi Nasional pada tahun 2022 telah berhasil menekan serangan layu R. solanaceae dengan melakukan perendaman bibit stek kentang dengan mikroba Pseudomonas flurosence dan Bacillus subtilis selama 10 menit pada saat pindah tanam dan selama pemeliharaan (Dianawati et al., 2024). Penemuan ini menjadi harapan baru bagi industri perbenihan kentang dengan sistem aeroponik. Hal ini mengingat serangan layu bersifat sistemik yang dapat menyerang pertanaman aeroponik setiap saat dari sejak awal pertanaman hingga panen akibat kontaminasi pada nutrisi, peralatan, maupun pekerja (Dianawati, 2013; Dianawati dan Wattimena, 2014).
Rumusan Masalah Dianawati et al. (2022) melaporkan penyebab utama kontaminan layu adalah sumber air yang digunakan pada system aeroponic. Air yang terkontaminasi layu dapat mencemari larutan nutrisi, media pembibitan, dan stek bibit, sehingga tanaman di aeroponic menjadi terserang layu akibat sirkulasi nutrisi yang kontinu. Serangan layu ini meningkat seiring dengan meningkatnya umur pakai dan kurang sterilnya sarana prasarana aeroponic dan perilaku pekerja serta sumber air yang digunakan. Hal ini menyebabkan aplikasi mikroba P. fluroresence dan B. subtilis pada penelitian aeroponic sebelumnya belum dapat menekan layu 100% sesuai persyaratan teknis minimal benih G0. Dengan demikian diperlukan pendekatan tambahan secara menyeluruh untuk menekan layu baik berupa perlakuan fisik dengan sterilisasi air menggunakan nano bubble maupun dari otomatisasi dengan system IoT multi input multi output agar tercapai mikroklimat yang dikehendaki sesuai fase pertumbuhan tanaman kentang. Peningkatan jumlah umbi pada system aeroponic dapat dilakukan dengan menginduksi terjadinya pengumbian baru. Salah satu induksi pengumbian yang dapat dilakukan di system aeroponic adalah dengan memanen umbi besar untuk memacu umbi kecil lainnya agar membesar (Lommen dan Struik, 1992) ataupun memacu stolon memendek membentuk umbi baru (Dianawati, 2013). Basu et al. (1999) melaporkan umbi merupakan sink dominan pada kentang yang menghabiskan hasil fotosintesis. Namun demikian peluang pemanenan umbi dengan pemotongan stolon diduga justru dapat meningkatkan resiko terkena penyakit layu, terutama pada kondisi tropis di Indonesia. Hal ini karena penyakit layu mudah masuk ke dalam tanaman baik melalui luka secara alami maupun karena luka buatan akibat terpotong (Suwarno dan Masnilah, 2020). Selain itu pemanenan dengan umur panen yang berbeda diduga akan memberikan dampak kualitas benih yang berbeda pula (Dianawati, 2013). Tantangan ini perlu dijawab dengan menemukan metode panen yang tepat agar jumlah umbi tetap meningkat, tetapi tidak menimbulkan serangan layu dengan kualitas tetap memenuhi persyaratan benih G0.
Hipotesis Solusi Terdapat interaksi perlakuan mikroba, sterilisasi air, dan modifikasi mikroklimat dengan sistem IoT multi input multi output yang berbeda pada setiap varietas dapat meningkatkan produksi dan kualitas benih kentang di aeroponik. Sterilisasi air dengan nano bubble diduga dapat menekan serangan layu dan dapat meningkatkan produksi benih umbi. Menjaga suhu rendah pada sistem aeroponik kentang baik pada reservoir, saluran pipa, dan bak aeroponic, tidak saja dapat meningkatkan induksi pengumbian agar jumlah umbi meningkat, tetapi diduga dapat menjaga agar bakteri layu tidak mudah berkembang. Pemantauan mikroklimat sesuai fase pertumbuhan tanaman dilakukan dengan pendekatan berbasis IoT dengan multi input dan multi output. Perlakuan metode panen yang tepat pada panen bertahap di aeroponik dengan perendaman mikroba pada stolon terpotong bekas panen diduga dapat meningkatkan produksi dan kualitas benih kentang. |
|||
Keterampilan / Skill yang Dibutuhkan:
|
|||
Sifat:
|